Selasa, 18 Januari 2011

konsumen

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, perhatian terhadap perlindungan konsumen semakin meningkat. Dorongan kemajuan teknologi dan informatika yang telah memperluas transaksi barang dan jasa yang ditawarkan tersebut bervariasi baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini tentu saja bermanfaat bagi konsumen karena kebutuhannya dapat dipenuhi dengan jumlah dan jenis barang yang bervariasi. Namun,   dapat pula mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang, dalam hal ini konsumen berada pada posisi  yang lemah. Suatu kenyataan bahwa, pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini justru banyak ditentukan oleh pelaku usaha, dan bukan oleh konsumen sendiri. Melalui kekuatan promosi, pelaku usaha mampu menciptakan pemahaman kepada konsumen akan kehebatan suatu produk, bahkan menjadikan konsumen sangat bergantung pada produk tersebut. Ini dapat dilihat dari ketergantungan masyarakat pada produk air minum, kosmetika, makanan/ minuman sehat, dan sebagainya.
Salah satu hak yang dimiliki oleh anggota masyarakat ialah memperoleh perlindungan dalam kedudukannya sebagai konsumen. Hal ini sangat wajar mengingat kedudukan tersebut terjadi akibat dari adanya interaksi pihak lain, yang antara lain di antara para pihak  secara prinsip mempunyai kepentingan berbeda. Dalam hal ini, pihak konsumen berkepentingan untuk memperoleh manfaat yang sebaik mungkin atas barang dan jasa yang dikonsumsinya, sedangkan produsen barang maupun pemberi jasa atau pelaku usaha berkepentingan untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa yang dijualnya.
Berdasarkan perbedaan dasar kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha maka kemungkinan timbulnya persoalan akibat adanya benturan kepentingan menjadi terbuka. Sudah banyak contoh kasus yang merugikan konsumen terjadi di Indonesia. Selanjutnya, menurut pemantauan dan pengamatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), nasib konsumen Indonesia memang sangat memperihatinkan. Oleh karena itu harus diperjuangkan. Pada tahun 1996, selama satu tahun ada beberapa permasalahan konsumen yang pantas dikedepankan karena berdampak luas bagi konsumen Kejadian-kejadian atau kasus-kasus konsumen tersebut  mengesankan bahwa posisi konsumen Indonesia lemah. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen ialah rendahnya tingkat kesadaran konsumen tentang hak-haknya. Hak konsumen secara internasional telah diakui melalui The International Organization of Consumer’ s Union.
Dalam upaya pemberdayaan konsumen Indonesia, pada tanggal 20 April 1999 telah diundangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini mulai berlaku setelah satu (1) tahun sejak diundangkannya (Pasal 65). Dengan demikian, Undang-undang ini sudah mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-undang yang melindungi konsumen ini tidak bermaksud untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat sehingga melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan usaha yang sehat  melalui penyediaan barang yang berkualitas (lihat penjelasan umum Undang-undang No 8 Tahun 1999). Perlindungan Konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberi perlindungan kepada konsumen (lihat Pasal 1 angka 1).
B.Permasalahan
a.       Hak Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
b.      Tujuan Perlindungan Konsumen
c.       Hak Konsumen
d.      Azas Perlindungan Konsumen
e.       Menegakkan Hak Konsumen Sesuai Harapan dan Kenyataan





BAB II
PEMBAHASAN
A.Hak Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:[1]
1.      Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
2.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai fariasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi kiranya memperluas rungang gerak arus transaksi barang dan/ atau jasa. Akibatnya barang dan atau jasa yang ditawarkan berfariasi baik produk luar negri maupun produk dalam negri.kondisi seperti ini disatu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen  karena kebutuhan atas barang dan atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta makin terbuka lebar ,karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.tetapi disisi lain,dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah,yang meenjadi objek aktifitas bisnis untuk meraup keuntungan  yang sebesar besarnya oleh pelaku usaha  melalui berbagai promosi,cara penjualan,serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen.
B.Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah:
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.
6.      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
C.Hak Konsumen
Hak konsumen adalah:[2]
a)      Hak atas kenyamanan,keamanan ,dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa
b)      Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c)      Hak atas informasi yang benar, jelas,dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
d)     Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan 
e)      Hak untuk mendapat avodkasi,perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f)       Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g)      Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
h)      Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi dan atau pergantian,apa bila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya
i)        Hak – hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya

Penjelasan
huruf G
      “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku,agama,budaya,daerah,pendidikan,kaya,miskin, dan status sosial lainnya.”
      Untuk hak-hak konsumen yang diatur dalam pasal 4 UUPK lebis luas dari pada hak-hak dasar konsumen sebagai mana pertama kali dikemukakan oleh presiden amaerika serikat J.F Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962, yaitu terdiri atas :
a)      Hak untuk memperoleh keamanan
b)      Hak memilih
c)      Hak mendapat informasi
d)     Hak untuk didengar
Keempat hak tersebut merupakan bagian dari deklarasi hak asasi manusia yang yang dicanangkan oleh PBB pada tanggal 10 desember 1948, masing-masing pada pasal 3,8,19,21,dan pasal 26, yang oleh organisasi konsumen sedunia ditambah empat hak dasar konsumen lainnya,yaitu:
a)      Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
b)      Hak untuk memperoleh ganti rugi
c)      Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
d)     Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang berdih dan sehat
Disamping itu, masyarakat eropa juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut:
a)      Hak perlingungan kesehatan dan keamanan
b)      Hak perlindungan kepentingan ekonomi
c)      Hak mendapat ganti rugi
d)     Hak atas penerangan
e)      Hak untuk didengar
Sedangkan dalam rangcangan akademik undang-undang tentang perllindungan konsumen yang dikeluarkan oleh fakultas hokum unuversitas Indonesia dan departemen perdagangan dikemukakan enam macam hak konsumen, yaitu empat hak dasar yang disebutkan pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut.
            Memperhatikan hak-hak yang disebutkan diatas,maka secara keseluruhan pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen,yaiyu sebagai berikut:
a)      Hak atas keamanan dan keselamatan
b)      Hak untuk memperoleh informasi
c)      Hak untuk memilih
d)     Hak untuk didengar
e)      Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
f)       Hak untuk memperoleh ganti rugi
g)      Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
h)      Hak memperoleh perlindungan hokum yang bersih dan sehat
i)        Hak untuk mendapat barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan
j)        Hak untuk mendapat penyelesaian hokum yang patut
D.Azas Perlindungan Konsumen
  1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
  2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
  3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
  5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
E.Menegakkan Hak Konsumen Sesuai Harapan dan Kenyataan
Dari uraian tersebut maka dimensi perlindungan hukum bagi konsumen dapat meliputi berbagai aspek dan dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, yaitu instrumen hukum perdata atau secara lebih khusus disebut dengan istilah hukum bisnis, instrumen hukum pidana dan juga instrumen hukum administrasi.[3]
Hukum hidup, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai sarana menciptakan ketentraman dan ketertiban bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Hukum akan tumbuh dan berkembang bila masyarakat menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya. Sedangkan tujuan hukum sendiri ialah untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Hukum juga  dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar hukum yang meliputi keadilan, kerugian/ kemanfaatan dan kepastian hukum. Hukum yang mengatur perlindungan konsumen (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999) tentu saja di tuntut pula untuk memenuhi nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, walaupun kadang-kadang bila salah satu nilai tersebut tercapai nilai yang lain menjadi terabaikan.
Keefektivan hukum  bila di kaitkan dengan badan-badan penegak hukumnya, maka menurut G.G Howard dan R.S Summers ada  faktor yang mempengaruhinya:
a.       Undang-undangnya harus dicanangkan dengan baik. Kaidah-kaidah yang bekerja mematuhi tingkah laku itu harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami denganpenuh kepastian;
b.       Mereka yang bekerja sebagai pelaksana hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik dan harus menafsirkan peraturan tersebut secara seragam dan sedapat mungkin senafas dengan bunyi penafsiran yang mungkin dicoba dilakukan oleh warga masyarakat yang terkena;
c.       Aparat penegak hukum harus bekerja tanpa jenuh untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar.
Berbagai peraturan yang berkaitan dengan upaya perlindungan konsumen pada dasarnya sama dengan peraturan-peraturan lain yang ketentuannya mengandung ide-ide atau konsep-konsep yang boleh digolongkan abstrak, yang idealnya meliputi ide tentang keadilan, kepastian dan kemanfaatan sebagaimana diungkapkan oleh Gustav Radbruch. Oleh karena itu, persoalan hak konsumen untuk memperoleh perlindungan sebagai bagian dari suatu sistem hukum akan berkaitan dengan upaya mewujudkan ide-ide tersebut, bahkan seringkali negara harus ikut campur tangan karena adanya kekuatan pengaruh yang menuntut hal demikian agar bekerjanya hukum dapat efektif, khususnya dalam hal ini adalah mengenai penyelenggaraan struktur hukum yang berupa lembaga-lembaga penegak hukum sebagai sarana bagi pihak yang dirugikan untuk memperoleh keadilan. Dengan demikian diharapkan sistem hukum dalam upaya perlindungan konsumen dapat berjalan dengan baik.
Keterlibatan negara atau pemerintah saja belum dapat menjamin terpenuhinya atau berjalannya suatu sistem hukum karena ddalam suatu sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman sebagaimana ditulis oleh Soerjono Soekanto meliputi tiga hal yaitu substansi hukum, struktur hukum dan kultural hukum, a legal system is actual operation is complex organism in which sructure, substance and culturale interaction.
Dalam kaitannya fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering) agar hukum (termasuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999) harus bisa menentukan corak hidup masyarakat, yang dalam hal ini corak hidup masyarakat (selaku konsumen maupun pelaku usaha) bukanlah hal yang mudah, sebab banyak faktor yang mempengaruhinya, di samping bahwa dalam setiap individu  akan tergantung pada pilihan-pilihan individu secara rasional untuk taat atau tidak taat kepada ketentuan hukum yang berlaku (Undang-undang No  8 Tahun 1999). Individu  akan selalu memiih aktifitas yang menguntungkan baginya dan menghindari yang paling merugikan baginya di dalam area of choice menuntut tingkat rasional (yang paling baik). Perilaku rasional ini paling tidak berorientasi pada perilaku kebiasaan, nilai-nilai etik dan kebutuhan-kebutuhan individu.
Agar hukum dapat berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi masyarakat konsumen dan pelaku usaha maka dapat dipakai pula pendekatan dengan mengambil teori Robert Seidman (1972), yaitu bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tiga komponen dasar yakni pembuat hukum/ Undang-undang, birokrat pelaksana dan pemegang peran.
Bekerjanya hukum dapat dikatakan baik dan efektif bila melibatkan tiga komponen dasar yaitu pembuat hukum, birokrat pelaksana dan pemegang peran. Setiap anggota masyarakat (para konsumen dan pelaku usaha) sebagaimana pemegang peran, perilakunya ditentukan oleh pola peranan yang diharapkan darinya, namun bekerjanya harapan itu ditentukan faktor-faktor lainnya.
Faktor-faktor tersebut adalah:
a.       Sanksi yang terdapat dalam peraturan;
b.       Aktivitas dari lembaga atau badan pelaksana hukum;
c.       Seluruh kekuatan sosial, politik dan yang lainnya yang bekerja atas diri pemegang peran.
Perilaku konsumen dan  pelaku usaha tentu saja juga tidak lepas dari tingkat pengetahuan, sikapnya terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, sehingga kemudian menimbulkan niat untuk berperilaku. Fishbein dan Ajzen mengenalkan model   hubungan antara pengetahuan, sikap, niat dan perilaku
Menurut Hobbs dan Freud, bahwa pada dasarnya perilaku individu manusia adalah egoistis dan karenanya cenderung memuaskan kepentingannya sendiri. Akibat dari sifat manusia yang cenderung ingin memuaskan kepentingannya sendiri itu, maka sering menimbulkan benturan-benturan dengan fihak lain yang apabila hal ini dibiarkan terus berlangsung akan menciptakan penyimpangan sosial (deviasi sosial). Dalam hal ini peranan hukum sebagai upaya pembentukan perilaku sosial dalam diri seseorang untuk mampu berbagi kepentingan dengan orang lain diperlukan.
Ketaatan yang rendah terhadap hukum juga dimungkinkan karena warga masyarakat konsumen kurang memahami norma-noma tersebut, sehingga mereka sama sekali tidak mengetahui akan manfaaatnya untuk mematuhi akidah tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gastra Van Loon, bahwa efektifnya suatu perundang-undangan secara sederhana berarti tujuannya tercapai. Hal ini sangat tergantung berbagai faktor, antara lain tingkat pengetahuan tersebut dan pelembagaan dari Undang-undang pada bagian-bagian masyarakat sesuai dengan ruang lingkup undang-undanng tadi.














BAB III
KESIMPULAN
            Implementasi UU No. 8 Tahun 1999, khususnya mengenai pelaksanaan hak-hak dan kewajiban konsumen barang belum  dapat terealisasi secara keseluruhan, utamanya berkaitan dengan  perilaku untuk memperjuangkan hak seperti hak advokasi, memperoleh ganti rugi.  Hambatan-hambatan implementasi tersebut berhubungan dengan faktor-faktor  tidak diketahuinya hak-dan kewajiban konsusmen tersebut secara terperinci. Faktor lainnya menyangkut  kesiapan dari kinerja intansi/lembaga-lembaga terkait. Juga, sosialisasi masalah perlindungan konsumen yang  masih kurang sebagai gerakan kemasyarakatan dalam rangka pemberdayaan konsumen.
                    Dari penelitian ini dapat diajukan rekomendasi  adanya gerakan sosial mengenai pemberdayaan konsumen sehingga penting juga  penggalakkan kegiatan-kegiatan sosialisasi. Peningkatan kerjasama berbagai pihak mengenai perlindungan konsumen, seperti lembaga-lembaga pemerintah, organisasi kemasyarakatan mengenai konsumen,  asosiasi pelaku usaha, dan perguruan tinggi.  Lembaga-lembaga tersebut (terutama pemerintah) segera diwujudkan adanya  kelengkapan keorganisasiannya yang bersangkutan dengan perlindungan konsumen. Penelitian mengenai konsumen perlu ditindak-lanjuti  menyangkut penegakan hukumnya ataupun kinerja kelembagaan-birokrasi pemerintah sehubungan dengan pelaksanaan UU Perlindungan Konsumen, dan juga penelitian  sektor berkaitan dengan konsusmen yang lebih spesifik, misalnya  perlindungan konsumen  mengenai obat-obatan, atau makanan, atau perumahan, dsb.
           





DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2003
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H.,M.Hum. Hukum Perlindungan Konsumen. Malang, Sinar Grafika,2008.

www.google.com menegakkan hak konsumen sesuai harapan dan kenyataan



[1] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2003
[2] Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H.,M.Hum. Hukum Perlindungan Konsumen. Malang, Sinar Grafika,2008. Hal: 31
[3] www.google.com menegakkan hak konsumen sesuai harapan dan kenyataan

1 komentar:

  1. How to login into the casino in 2021
    Here is how to do this: Step 1. Go to septcasino the website. · Click on the “Login” link on www.jtmhub.com the worrione right-hand side. · Click on the “Login” 1등 사이트 button to enter https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ a live chat number. · Enter the

    BalasHapus