Jumat, 04 Maret 2011

pidana islam

Pembahasan

Sumber aturan hukum pidana islam antara lain adalah

1.al-qur’an
Al-qur;an adlah kitab suci dari tuhan yang diturunkan kepada nabi muhammat saw.dan dituliskan dalam mushab dimulai dengan surat al-fatihah dan diahiri dengan suraat an-nas .
Qur’an datingnya bertubi-tubi baik melalui lisan maupun melalui tulisan.riwayat emikian keadaannya menimbulkan keyakinan tentang isi dari al-qur’an ,dan oleh itu nas-nasnya dikatakan qat’iyyul wurud artinya benar-benar demikian keadaannya diterima dari rosulullah.
Kalau datngnya kata-kata al-qur’an itu bersifat qat’I maka pengertiannya hanya mempunyai satu semata-mata tanpa ada penasiran lainnya .dan adapula yang bersifan zanni  yang bias mmpunyai dua pengertian atau lebih.dan apabila kita memegangi salah sstu pengertiannya maka yanya didasarkan pada atas kuatnnya dugaan kita,bukan demikian keadaan sebenarnya .tentang kedudukan hukum-hukum dalam al-qur’an yang mengikat bagi setiap orang muslim ,bagaimanapun juga macam hokum tersebut mqaka sudah menjadi kesepakatan kaum muslimin

Ø  Hukum-hukum al-qur’an untuk dunia akhirat :pada garis besarnya hokum hukum qur’an dibagi menjadi dua.yaitu hokum untuk menegakkan agama ,yang meliputi soal  kepercayaan ibadah ,dan kemudian hukum-hukum untuk mengatur Negara dan masyarakat serta hubungan perorangan dengan yang lainnya,meliputi hukum keluarga,perdata,kepidanaan,kenegaraan,internsional dan sebagainya .
Ø  Cirri khas syariat islam ;hukum-hukum yang dating dari syariat islam bersifat keseluruhan dan tidak bias dipisah-pisahkan .selain dengan pemisahan itu berlawanan dengan tujuan syariat,juga nas-nas syariat dengan meninggalkan bagian-bagiannya(baca,al-baqoroh(2)(85),an-nisa’9409150).
Syariat islam mewajibkan kepada pemeluknya untuk mempunyai akhlak yang baik ,karena akhlak yang baik akan mengurangi nafsu melakukan sesuatu jarimah ,sebab ia mengetahui tuhan selalu melihat gerak geriknya.meskipun pengawan manusia terhadap dirinya dianggap enteng,namun tidak demikian sikapnya terhadap pengawasan tuhan ,dan keadaan demikian akan mengurangi jumlah jarimah.

2.as-sunnah
Sunnah (kependekan dari kata Sunnaturrasul, berasal dari kata sunan yang artinya garis) dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai hadits.


1
Dari sekian banyaknya  orang yang meriwayatkankan hadis dibagi menjadi 3 yaitu
1.hadis mutawatir
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak sejak dari rosulullah saw.sampai masa kita sekarang ,oleh karena sangat banyaknya ,maka tidak ada kemumngkinan dibuat-buat oleh orang tertentu .conoh hadist mutawatir adalah hadis yang berisikan tentang tatacara melakukan sholat ,haji dan sebagainya .
2.hadis masyur
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak,pada permulaan tingkatan teyapi tidak sebabyak orang yang meriwayatkan hadis mutawatir,tetapi kemudian menyamai tingkat mutawatir pada masa-masa sesudahnya .diantara hadis-hadis masyur ialah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat umar .r.a. dan ibnu mas’ud r.a
3.hadis ahad
Yaitu hadis yang diriwayatkan dari rosulullah oleh seseorang sampai kepada masa kemudian.kebanyakan hadis sampai pada tingkat ahad .

Dari segi pengertiannya kadang-kadang suatu hadis mempunyai arti yang pasti ,apabila tidak bias ditakwilkan dan kadang-kadang mempunyai arti yang didugakan,apa bila masih bias ditakwilkan

Ø  Sunnah sebagai sumber hukum :kata-kata ,perbuatan-perbuatan dan pengakuan rosulullah yang dimaksud peristiwa-peristiwa hokum dan diriwayatkqan dengan sahih,mengikat bagi kaum muslimin dan wajib dilaksanakan .

Sifat sunnah demikian didasarkan atas ketentuan al-qur’an (al-hasyr (59)(7)),antara lain …apa yang dibawakan kepadamu oleh rosul ,maka ambillah,dan apa yang dilarangnya untukmu maja jauhilah
Akan tetapi,kata-kata dan perbuatan-perbuatan yang keluar dari rosulullah dengan maksud untuk memberi petunjuk dan tuntunan,maka peristiwa itu merupakan sumber hokum yang  harus diikuti,seperti kata-kata nabi.
“sholatlah engkau seperti yang engkau lihat aku sedang sholat”
Juga seperti pemotongan rosul terhadap tangan pencuri smpai pergelangan tangan ,sebagai mana penjelasan firman Allah “…pencuri lelaki dan pencuri perempuan hendaklah kamu potong tangannya….”(al-maidah(5)(38)

Pentadwinan (Pengumpulan/Pembukuan) As-Sunnah

As-Sunnah disalin dengan sangat hati-hati, baik dengan jalan hafalan maupun tulisan. Hal ini telah berlangsung sejak zaman Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan zaman para Shahabat sampai akhir abad pertama, hingga kemudian lembaran-lembaran yang berisikan hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dikumpulkan pada masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.

 

2

Di mana ia memerintahkan Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm untuk menulis dan mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sejak itu pula dimulai ilmu periwayatan hadits. Kata khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz kepada Abu Bakar bin Muhammad, “Perhatikanlah hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu tulislah hadits-hadits itu, karena

As-Sunnah Dan Para Penentangnya Di Masa Sekarang

Secara historis sesudah abad kedua Hijriyah tidak pernah timbul lagi dalam sejarah individu atau jama'ah yang mengaku dirinya Islam tetapi mereka membuang As-Sunnah. Umumnya mereka yang menolak As-Sunnah adalah para pengikut sekte-sekte yang timbul pada zaman fitnah mulai tahun 37 H sampai abad kedua, kemunculannya tiada lain karena kebodohan semata. Padahal para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah telah berupaya dengan berbagai usaha menyadarkan dengan berbagai dialog dan membantah hujjah mereka. Sesudah berlalu dua belas abad, zaman berubah dan Daulah Islam telah lenyap, maka mulai muncul masa imperialisme, dan para penjajah mulai menyebarkan fitnah mereka yang jelek dan kotor untuk menghancurkan prinsip-prinsip Islam. Dalam situasi dan kodisi seperti ini muncullah penentang-penentang As-Sunnah di Iraq, Mesir, dan beberapa negara jajahan lainnya
3.ijma’
Ijma’ adalah kebulatan pendapat semua mujtahidin umat islam atas suatu pendapat yang disepakati oleh mereka ,baik dalam suatu pertemuan atau berpisah pisah ,maka hokum tersebut mengikat ,dan dalam hal ii ijma’ merupakan dalil qat’i.akn tetapi kalau hokum tersebut hanya keluerdari kebanyakan mujtahidin,maka hokum hanya dianggap sebagai dalil zanni,dan lagi perorangan boleh mengikuti sedang bagi orang-orang tidak mujtahidin nboleh berpendapat lain,selama oleh penguasa tidak diwajibkan untuk melaksanakannya.
Ijma’ harus mempunyai dasar yaitu al-qur’an dan sunnah ,karena ijma’ yidak boleh didasarkan atas kesukaan hati sendiri ,selain harus ditegakkan tas aturan-aturan syara’yang umum dan jiwa syara’,dikala tidak terdapat nas dari al-qurandan sunnah.
Kwekuatan ijma’ sebagai sumber hukum yang mengikat yang ditentukan oleh qur’an(an-nisa’ (59))dan sunnah,dan hadis yang terkenal yaitu “umat ku tidak akan bersepakat dalam kekeliruan”
Macam-macam ijma’
1.ijma’ sarih yaitu kesepakatan para mujtahid,baik melalui pendapat maupun maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu .kesepakatan ini dikemukakan dalam siding ijma’,sedang masing-masing mujtahidmengemukakan pandangan terhadap masalah yang dibahas.ijma’ seperti ini dijadikan hujjah
3
2.ijma’sukuty yaitpendapat sebagian mujtahid pada suatu masa tentang hokum suatu masalah,sedang sebagian mujtahid lainnya hanya berdiamsaja setelah meneliti pendapai mujtahid yang dikemukakan diatas ,tanpa ada penolakan prndapat tsebut.terhadap ijma’sukuty ini para ulama berbeda pendapat apakah ijma’ ini bias dijadikan landasan hukum atau tidak.sebagian besar ulama berpendapat ijma’ini tidak bias dijadkan hujjah.
Pembagian ijma’dari segi orang yang melakukan kesepakatan tersebut
1.ijma’ umat :Adalah kesepakatan seluruh mujtahid umat islam
2.ijma’ kelompok tertentu :adalah kesepakakatan sekelompok orang tertentu atau sekelompok orang di daerah tertentu umpamanya
A.ijma’ sahabat
B.ijma’khulafaurasydin
C.ijma’ sahabat abubakar dan sahabat umar
D.ijma’ ulama madina
E.ijma’ ulama mesir
F.ijma’ ulama madina

G.ijma’ ulama indonesia

Contoh ijma’

1.bagi anak perempuan sebagai ahli waris sebesar dua bagian

2.binenek sebagai ahliwaris,kalau tidak ada ibu sebrsar 1 bagian

3.kesaksian seseoarang terhadap saudaranya apabila ia adil adalah boleh

4.lemak babi adalah haram,dikiyaskan dengan daging babi

4.qiyas

Qiyas adalah mempersamakan hokum peristiwa yang belum ada ketentuannya dengan hokum peristiwa yang sudah ada ketentuannya ,karena antara kedua peristiwa tersebut terdapat segi segi kesamaannya .para fukaha berbeda pendapat mengenai pemakaian qiyas untuk semua hokum syara’.ada yang memperbolehkan dengan alasan bahsa semua hukum syara’ masih termasuk satu jenis juga yaitu hukum syara’.

4

Menurut fukaha lainnya ,kiyas tidak dapat dipakai untuk semua hokum-hukum syara’,meskipun termasuk dalam satu jenis.dengan alas an larangan pemakaian qiyas  antara lain

1.tiap-tiap qiyas mempunyai dasar yang disebut asal .kalau tiap-tiap hokum ditetapkan dengan qiyas ,maka asal dari qiyas tersebut juga  harus di tetapkan dengan qiyas ,dan asal dari asal tersebut juga demikian pula ,dn begitu seterusnya,sampai tidak ada habis-habinya .kalu berangkai-rangkai tnpa berkesesudahan,maka tidak mungkin akan terwujud qiyas,karena wujudnya tergantung dari asal yang tidak berkesesudahan

2.dintara hukum-hukum syara;ada yang tifdak dimengerti alasannya,seperti hokum jilid seratus kali kepafda orang muda yang berzina, kare kita masih bias bertanya ,kenapa tidak dikenakan 150 kali atau 200 kali umpamanya .hukum yang demikian keadaannya tidak bias menjadi dasar qiyas, sebab qiyas didasarkan atas pelampauan illat(sebab alas an) hukum asal kepda hokum cabang (yang baru )sedang illat itu sendiri tidak adfa(tidak diketahui)

Qiyas dalam menentukan jarimah dan hukuman

Mereka yang mmperbolehkan pemakaian qiyas untuk semua hokum syara’ berselisih pendapatnya tentangpemakaian qiyas dalam soal jarimh dan hukuman.Bagi mereka yang membolehkan,maka alasannya ialah

1.nabi saw.membenarkan pemakaian qiyas ketika beliau bertanya kepada sahabat mu’az

“dengan apa engkau memutuskan suatu perkara ?”jawabnya,”dengan kitab tuhan;kalau tidak saya dapatimaka dengan sunnah rosul;dan kalau tidak saya dapati,maka saya berijitihad dengan pikiran saya.”rosulul;lam membenarkan ksata mu’az yang mengenai ijitihad,sedagkan qiyas merupakan salah satu cara ijitihad,dan tidak ditentukan untuk suatu lapangan hukum tertentu.

2.ketika sahabat bermusyawarah tentang hukuman bagi peminum khmar ,maka sahabat ali r.a,berkata “jika ia minum maka mabuk lah ia,jika ia mabuk maka ia mengigau,jika ia mengigai maka ia berbuat kebohongan .karena itu jatuhilah ia hukuman orng yang berbuat kebohongan ‘disi ali r.a.mengqiyaskan hukuman minuman kahmar dengan kebohongan .terhadap pendapat sahabat ali r.a.tidak ada sanggahan dari sahabat-sahabat lain dan oleh karena itu bias disebut ijma’

Bagi mereka yang tidak mmperbolehkan pemakaian qiyas dalan hal kepidanaan,maka alasanya adalah

1.hukuman hudud dan kafarat-kafarat sudah di tentukan batasannya,tetapi tidak dapat ditentukan batasan-batasab tersebut sedangkan dalam qiyas ialah pengetahan tentang illat hukum peristiwa asal.

5

Apa yang tidak dapat diketahui asalnya maka tidak dapat dilakukan qiyas

2.hukuman hudud adalah suatu tindakan hukuman dan pada kafarat-kafarat juga terdapat    sifat hukuman.qiyas itu sendiri bias kemasukan salah ,dan kemungkinan salah artinya syubhat9ketidak tegasan ),sedangkan hukuman-hukuman hudud menjadi hapus disebabkan adanya syubhat,karenakatya-kata nabi”hindarkan hukuman hudud karenaadanya syubhat-syubhad

3.syara’menjatuhkan hukuman potongan tangan atas pencuri tetapi tidak menjatuhkannya atas pengirim surat kepada orng-orng kafir musuh,sedang sebenarnya  hukuman terhadap perbuatan yang kedua tersebut lebih utama.kalau hukuman terhadap perbuatan lebih berbahaya tidak ada maka hal ini menunjukkan ketidak olehan pemakaian qiyas

Alasan-alasan tersebut boleh jadi lebih kuat dari pada alas an golongan pertama yang memperbolehkan pemakaian qiyas,apalagi kalau diingat bahwa penentuan hukuman minum khamar tidak merupakan hasil kiyas,melainkan hasil ijma’ sahabat.

Qiyas dalam acara pidana :berbeda dengan hukuman jarimah,dan hukuman-hukumannya,maka para fukaha memperbolehkan pemakaian qiyas dalam ketentuan-ketentuan acara pidana,bahkan pemakaian sumber-sumber hukum yamg lain,seperti ‘urf dan  mashab sahabat. Misalnya sebagai fuqaha memperbolehkan persaksian orang wanita dalam soal-soal jarimah,karena diqiyaskan pada persaksian mereka dalam urusan keperdataan.Tentang jatuhan hukuman rajam,para fuqaha mengharuskan  badan siterhukum  ditanam separo dalam tanah ,dan ini adalah pendapat sahabat ali r.a. Juga imam hanafi dan pengikut-pengikutnya mengharuskan adanya bau minuman keras disamping keterangan-keterangan saksi untuk menetapkan adanya jarimah minumam keras.ini adalah pendapat “Abdullah ibnu mas’ud r.a.”

Rukun-rukun qiyas

1.ashl (pokok)

2.far’u (cabang)a

3.istidal

4.massalih al-mursalsh

5.istihsan

6.istihsab

7.’urf (adat istiadat)

6

Menilik Metode Qiyas Syafi’i

Oleh Abd Moqsith Ghazali
Sekian banyak metodologi telah disusun untuk menafsirkan al-Qur`an dimaksud. Dalam lanskap itu, Imam Syafi’i dipandang sebagai orang pertama yang memancangkan fondasi metodologi pembacan teks melalui masterpiecenya, al-Risalah. Akan tetapi, dalam perkembangan kontemporer, kitab-kitab ushul fikih lama itu diduga keras sedang mengidap sejumlah persoalan yang kronis. Kelemahan epistemologis ini, saya kira, merupakan utang intelektual yang mesti ditebus oleh ushul fikih (qiyas) model Syafi’i ini.
Al-Qur`an terus dikunjungi oleh umat manusia untuk dibaca dan ditafsirkan. Menafsirkan al-Qur`an berarti upaya untuk menjelaskan dan mengungkapkan maksud dan kandungan al-Qur`an. Proses pembacaan dan penafsiran yang lama berlangsung telah menghasilkan beratus-ratus kitab tafsir sejak masa lampau hingga sekarang. Banyak kitab tafsir dengan corak dan ragamnya yang berbeda itu, di samping sebagai bukti prihal ketidakberhinggaan kerja penafsiran, juga di dalam kerangka untuk membunyikan aksara al-Qur`an dalam tataran masyarakat yang terus berubah.
Sekian banyak metodologi telah disusun untuk menafsirkan al-Qur`an dimaksud. Dalam lanskap itu, Imam Syafi’i dipandang sebagai orang pertama yang memancangkan fondasi metodologi pembacan teks melalui masterpiecenya, al-Risalah. Bangunan ushul fikih Syafi’i kemudian mencapai fase kematangannya dari para pengikut Syafi’i, di antaranya adalah al-Subki dengan bukunya Jam’u al-Jawami’. Di situ al-Subki berbicara sangat detail tentang teori lafzd. Dari kalangan madzhab Maliki, al-Syathibi menyusun sebuah buku monumental yang bertitel al-Muwafaqat fiy ushul al-Syari’ah. Dalam buku tersebut, al-Syathibi banyak mengelaborasi konsep maqashid al-syari’ah. Kitab-kitab ushul fikih itu berdiri demikian kokoh dan mapan sehingga mayoritas para ahli ushul belakangan tidak bisa keluar dari jeratan metodologi al-salaf al-shalih. Ushul fikih purba begitu dimanja dan disakralkan oleh para pembacanya.
Akan tetapi, dalam perkembangan kontemporer, kitab-kitab ushul fikih lama itu diduga keras sedang mengidap sejumlah persoalan yang kronis. Pertama, ushul fikih Syafi’i beraroma Arab-sentris. Arabisme merupakan ideologi yang lekat dalam tembok ushul fikih lama. Kedua, kaidah yang banyak dilansir oleh kitab ushul fikih Syafi’iyah ”al-’ibrah bi ‘umum al-lafdz la bi khushush al-sabab” terkesan terlalu memberhalakan teks dan mengabaikan konteks. Pembahasan tentang lafdz (kata) dengan porsi yang demikian luas merupakan indikasi kuat betapa ushul fikih lama sangat menekankan teks dan nyaris menafikan konteks. Pendeknya, ushul fikih konvensional lebih menitikberatkan pada lafdz (kata) dan bukan pada maqashid (ideal moral).
Ketiga, menyangkut konsep qiyas (analogi) yang terutama diusung oleh Syafi’ i.. Per definisi, qiyas dikatakan sebagai menganalogikan sesuatu yang belum jelas ketentuan hukumnya (furu’)
7
dengan yang sudah jelas hukumnya dalam al-Qur`an dan al-Sunnah (ashal) karena ada kesamaan illat.
Model qiyas seperti ini bermasalah setidaknya karena dua hal berikut. [a] bahwa tidak ada dua peristiwa yang persis sama, sehingga hukum keduanya bisa diparalelkan. Persamaan illat yang menjadi alasan pengoperasian qiyas sesungguhnya merupakan tindakan simplifikasi. menyangkut hal-hal yang bersifat sosial, qiyas Syafi’i tampak mengabaikan konteks yang melandasi kehadiran hukum ashal. Betapa, pengetahuan terhadap konteks hukum ashal tidak pernah menjadi rukun dari qiyas.
Kelemahan epistemologis ini, saya kira, merupakan utang intelektual yang mesti ditebus oleh ushul fikih (qiyas) model Syafi’i ini. Apa yang dilakukan oleh pemikir-pemikir muslim kontemporer dengan kerangka dan metodologi barunya, seperti Nashr Hamid Abu Zaid, Arkoun, Adonis, Hasan Turabi, Masdar F. Mas’udi, dan lain-lain kiranya untuk melengkapi
kekurangan-kekurangan tadi. Mengubah ushul fikih lama tentu saja teramat absah dari sudut akademis-intelektual, karena ia seutuhnya merupakan kreasi para ulama. Ushul fikih memiliki status epistemologis yang relatif, tidak mutlak. (Abdul Moqsith Ghaza

 

 




















8